(1) Alif Laam Miim
Takwa dan Iman
Alif - Laam - Miim
Di dalam al-Qur'an kita akan berjumpa dengan beberapa Surat yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini :
الم المص المر
Alif-laam-miim : Alif-laam-miim-shaad : Alif-laam-miim-raa:
كهٰيٰعص َ حم طٰهٰ َ
Kaaf-haa-yaa-'ain-shaad: Haa-miim: `Ain-siin-qaaf: Thaa-haa:
طٰسم طٰس يٰس ص ق ن
Thaa-siin-miim: Thaa-siin: Yaa-siin: Shaad: Qaaf: Nuun:
Baik
penafsir lama, ataupun penafsir jaman-jaman akhir membicarakan tentang
huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri sendiri, tetapi kalau
disimpulkan terdapatlah dua golongan. Pertama ialah golongan yang
memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak
memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin
Abas. Sebagai Alif-lam-mim ini
satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah
isyarat kepada tiga nama: Alif untuk nama Allah; Lam untuk Jibril dan
Mim untuk Nabi Muhammad s.a.w. Dan tafsir Ibnu Abbas juga mengatakan
arti Alif-Lam-Ro ialah Alif berarti Ana, yaitu aku, Lam berarti Allah
dan Ra berarti Ara menjadi (Anal-Lahu-Ara): Aku adalah Allah, Aku
melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya belaka menurut
riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas.
Menurut riwayat dari al-Baihaqi dan Ibnu Jarir yang diterima dari
sahabat Abdullah bin Mas'ud, beliau inipun pernah menyatakan bahwa
huruf-huruf Alif-Lam-Mim itu adalah diambil dari nama Allah, malahan
dikatakannya bahwa itu adalah dari Ismullahi al A'zham, nama Tuhan
Yang Maha Agung. Rabi' bin Anas (sahabat Rasulullah) mengatakan bahwa
Alif-Lam-Mim itu adalah tiga kunci : Alif kunci dari namaNya Allah,
Lam kunci dari namaNya Lathif , Mim kunci dari namaNya Majid.
Lantaran
itu maka tafsir semacam ini pun pernah dipakai oleh Tabi'in, yaitu
Ikrimah, as-Sya'bi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid dan al-Hasan al-Bishri.
Tetapi
pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal Surat itu
adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita
percayai, tetapi Tuhan yang lebih tahu akan artinya. Dan kita baca
tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab
serta dipanjangkan.
Riwayat kata ini diterima dari Saiyidina Abu
Bakar as-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abu Thalib. Dan
menurut riwayat dari Abul Laits as Samarqandi, bahwa menurut Umar bin
Khatab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud, semuanya berkata :
"Di dalam al-Qur'an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan
dipangkal beberapa Surat, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki
Allah dengan dia".
Sungguhpun demikian, masih juga ada ahli-ahli
tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang
rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Abdullah bin Mas'ud, dari kalangan
sahabat Rasulullah s.a.w di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau
sepaham dengan Umar bin Khathab dan Usman bin Affan tadi, yaitu
menyatakan tak usah huruf huruf itu diartikan.
Tetapi riwayat
yang lain pernah beliau menyatakan bahwa ALIFLAMMIM adalah mengandung
ismullahi al A'zham (Nama Allah Yang Agung). As Sya'bi, Tabi'in yang
terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau berkata huruf-huruf itu
adalah rahasia Allah belaka. Tetapi di lain riwayat terdapat bahwa
beliau pernah memberi arti Alif .Lam Mim itu dengan Alllahu, Lathifun,
Majidun (Allah Maha Halus, Maha Utama).
Ada pula segolongan
ahli tafsir menyatakan bahwasanya hurufhuruf di awal Surat itu adalah
sebagai pemberitahuan atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian
tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinya.
Riwayat yang
terbanyak memberinya arti ialah daripada Ibnu Abbas. Adapun perkataan
yang shahih daripada Nabi s.a.w sendiri tentang arti huruf-huruf itu
tidak ada. Kalau ada tentu orang sebagai Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin
Khathab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib tidak akan
mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan,
sebagai kita sebutkan di atas.Nyatalah bahwa
huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa, yang bisa diartikan. Kalau dia
suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi
seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka lebih baiklah
kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya.
Dan
jika kita salinkan arti-arti atau tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu
Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata mata menyalin riwayat
saja, dan kalau kita tidak campur tangan tidaklah mengapa. Sebab akan
mendalami isi al-Qur'an tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti
dari huruf huruf itu. Apatah lagi kalau sudah dibawa pula kepada arti
rahasia-rahasia huruf, angka angka dan tahun, yang dijadikan semacam
ilmu tenung yang dinamai simiaa', sehingga telah membawa al-Qur'an
terlampau jauh daripada pangkal aslinya.
(2) Inilah Kitab itu; tidak ada sebarang keraguan padanya, satu petunjuk bagi orang-orang yang hendak bertakwa.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
"Inilah Kitab itu; tidak ada sebarang keraguan padanya; satu petunjuk bagi orang-orang yang hendak bertaqwa. " (ayat 2).
Inilah dia kitab Allah itu. Inilah dia al-Qur'an, yang meskipun
seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau
mushhaf berupa buku, namun setiap ayat dan Surat yang turun sudah
mulai beredar dan sudah mulai dihapal oleh sahabat-sahabat Rasulullah;
tidak usah diragukan lagi, karena tidak ada yang patut diragukan. Dia
benar-benar wahyu dari Tuhan, dibawa oleh Jibril, bukan
dikarang-karang saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis dan membaca
itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertakwa atau
Muttaqin.
Kita baru saja selesai membaca al-Fatihah.
Di sana kita telah memohon kepada Tuhan agar ditunjuki jalan yang
lurus jalan orang orang yang diberi nikmat, jangan jalan orang yang
dimurkai atau orang yang sesat. Baru saja rnenarik napas selesai
membaea surat itu, kita langsung kepada Surat al-Baqarah dan kita
langsung kepada ayat ini. Permohonan kita di Surat
al-Fatihah sekarang diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang
lurus, yang diberi nikmat, bukan yang dimurkai dan tidak yang sesat,
asal saja kamu suka memakai pedoman kitab mi. Tidak syak lagi, dia
adalah petunjuk. bagi orang yang suka bertakwa.
Apa arti takwa ? Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqayah artinya
memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan.
Memelihara
diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak di
ridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya dapat
dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang lumpur
atau berduri.
Sebab
pernah ditanyakan orang kepada sahabat Rasulullah, Abu Hurairah (ridha
Allah untuk beliau), apa arti takwa ? Beliau berkata :"Pernahkah
engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu
itu ? " Orang itu menjawab : "Apabila aku melihat duri, aku mengelak
ke tempat yang tidak ada durinya atau aku langkahi, atau aku
mundur."Abu Hurairah menjawab:"Itulah dia takwa !" (Riwayat dari Ibnu
Abid Dunya).
Maka dapatlah
dipertalikan pelaksanaan jawaban Tuhan dengan ayat ini atas
permohonan kita terakhir pada Surat al-Fatihah tadi. Kita memohon
ditunjuki jalan yang lurus, Tuhan memberikan pedoman kitab ini sebagai
petunjuk dan menyuruh hati-hati dalam perjalanan, itulah takwa.
Supaya jalan lurus bertemu dan jangan berbelok di tengah jalan.
Ketika
pada akhir Desember 1962 kami mengadakan Konferensi Kebudayaan Islam
di Jakarta, dengan beberapa teman telah kami bicarakan pokok isi dari
Kebudayaan Islam. Akhirnya kami mengambil kesimpulan, ialah bahwa
Kebudayaan Islam ialah kebudayaan takwa. Dan kamipun sepakat mengambil
langsung kalimat takwa itu, karena tidak ada kata lain yang pantas
menjadi artinya. Jangan selalu diartikan takut, sebagai yang diartikan
oleh orang yang terdahulu. Sebab takut hanyalah sebagian kecil dari
takwa.
Dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas,
tawakal, ridha, sabar dan lain-lain sebagainya. Takwa adalah
pelaksanaan dari iman dan amal shalih. Meskipun di satu-satu waktu ada
juga diartikan dengan takut, tetapi terjadi yang demikian ialah pada
susunan ayat yang cenderung kepada arti yang terbatas itu saja.
Padahal arti takwa lebih mengumpul akan banyak hal. Bahkan dalam takwa
terdapat juga berani! Memelihara hubungan dengan Tuhan, bukan saja
karena takut, tetapi lebih lagi karena ada kesadaran diri, sebagai
hamba.
Dia menjadi petunjuk buat orang yang suka bertakwa, apatah
lagi bagi orang yang telah bertakwa. Sama irama ayat ini dengan ayat
di dalam Surat al-Waqi'ah (Surat 56, ayat 79)
لا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ"Tidaklah akan menyentuh kepadanya, melainkan makhluk yang telah dibersihkan. "
Sehingga kalau hati belum bersih, tidaklah al-Qur'an akan dapat menjadi petunjuk.
Lalu
diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu, yang
kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya. dengan
sifat-sifat itu: (3) Yang percaya kepada
yang ghaib , dan yang mendirikan sembahyang dan dari apa yang Kami
anugerahkan kepada mereka, mereka dermakan.
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُوْنَ
"Mereka
yang percaya kepada yangghaib, dan mereka yang mendirikan sembahyang,
dan dari apa yang Kami anrcgerahkan kepada mereka, mereka dermakan. " (ayat 3)
Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama.
Percaya
pada yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh
pancaindera; tidak nampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu
dua indera yang utama dari kelima (panca) indera kita. Tetapi dia
dapat dirasa adanya oleh akal. Maka yang pertama sekali ialah percaya
kepada Allah, zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya
akan adanya hari kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah
dibangkitkan dari maut.
Iman yang berarti percaya , yaitu
pengakuan hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh
lidah rnenjadi keyakinan hidup. Maka iman akan yang ghaib itulah.
tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi.
Kita sudah
sama tahu bahwa manusia itu dua juga coraknya; pertama orang yang
hanya percaya kepada benda yang nyata, dan tidak mengakui bahwa ada
pula di balik kenyataan ini sesuatu yang lain. Mereka tidak percaya ada
Tuhan atau Malaikat, dan dengan sendirinya mereka tidak percaya akan
ada lagi hidup akhirat itu. Malahan terhadap adanya nyawapun, atau
roh, mereka tidak percaya. Orang yang seperti ini niscaya tidak akan
dapat mengambil petunjuk dari al-Qur'an. Bagi mereka koran pembungkus
gula sama saja dengan al-Qur'an.
Kedua ialah orang-orang yang
percaya bahwa dibalik benda yang nampak ini, ada lagi hal-hal yang
ghaib. Bertambah banyak pengalaman dalam arena penghidupan, bertambah
mendalamlah kepercayaan mereka kepada yang ghaib itu.
Kita kaum
Muslimin yang telah hidup empat belas abad sesudah wafatnya Rasulullah
s.a.w dan keturunan-keturunan kita yang akan datang dibelakangpun
Insya Allah, bertambah lagi keimanan kepada yang ghaib itu, karena kita
tidak melihat wajah beliau.
Itupun termasuk iman kepada yang
ghaib. Maka tersebutlah pada sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam
Ahmad, ad-Darimi, alBaqawardi dan Ibnu Qani di dalam Majma' ush
Shahabah, dan ikut juga merawikan Imam Bukhari di dalam Tarikhnya, dan
At Thabarani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada Abi Jum'ah
al-Anshari:
"Berkata
dia (Abu Jum 'ah al-Anshari) : Aku bertanya ; ya Rasulullah ! Adakah
suatu kaum yang lebih besarpahalanya daripada kami, padahal kami
beriman kepada engkau dan kami mengikuti akan engkau ?Berkatalah beliau :
Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman kepadaku), sedang
Rasulullah ada di hadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu
(langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan
datang sesudah kamu, datang kepada mereka Kitab Allah yang ditulis di
antara dua Luh, maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa
yang tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalanya
daripada kamu. "
Dan mengeluarkan pula at-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam
Tarikhnya, at-Thabarani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu
Umamah al-Baihili.
"Berkata
dia (Abu Umamah), berkata Rasulullah s. a. w : "Bahagialah bagi siapa
yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan bahagia (pulalah) bagi
siapa yang beriman kepaadaku, padahal dia tidak melihat aku (tujuh
kali). "
Hadist ini dikuatkan lagi oleh yang dirawikan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri.
"Bahwasanya
seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah s.a.w. Bahagialah bagi
siapa yang melihat engkau dan berimun kepada engkau. Beliaupun menjawab:
Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan
berbahagialah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak
melihat aku. "
Kita tidak melihat wajah beliau. Bagi kita beliau adalah ghaib. Kita
hanya mendengar berita dan sejarah beliau atau bekas-bekas tempat
beliau hidup di Mekkah, namun bagi setengah orang yang beriman,
demikian cintanya kepada Rasulullah, sehingga dia merasa seakan-akan
Rasulullah itu tetap hidup, bahkan kadang-kadang titik air matanya
karena terkenang akan Rasulullah dan ingin hendak menjadi umatnya yang
baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan segenap
hidup untuk melanjutkan agamanya.
Maka orang beginipun termasuk orang yang mendalam keimanannya kepada yang ghaib.
Maka keimanan kepada yang ghaib dengan sendirinya diturutinya dengan mendirikan sembahyang.
Tegasnya kalau mulut telah tegas mengatakan iman kepada Allah,
Malaikat, Hari Kemudian, Rasul yang tidak pernah dilihat dengan mata,
maka bila panggilan sembahyang datang, bila azan telah terdengar,
diapun bangkit sekali buat mendirikan sembahyang. Karena hubungan di
antara pengakuan hati dengan mulut tidak mungkin putus dengan
perbuatan.
Waktu datang panggilan sembahyang
itulah ujian yang sangat tepat buat mengukur iman kita. Adakah
tergerak hati ketika mendengar azan ? Atau timbulkah malas atau
seakan-akan tidak tahu ?
Kelak kita akan sampai kepada ayat 45 dari Surat ini, yang diterangkan
disana memohon pertolonganlah kepada Allah dengan sabar dan sembahyang,
tetapi dijelaskan lagi bahwa sembahyang itu amat berat kecuali bagi
orang yang khusyu hatinya. Dan kita akan bertemu lagi di dalam Surat
Thaha, (Surat 2.0, ayat 132), yang menyuruh kita mendidik anak istri
sembahyang dan memperkuat kesabaran di dalam mengerjakannya, sebab
cobaan mengerjakan sembahyang itu banyak pula.
Maka
jika waktu sembahyang telah datang dan kita tidak genser (tidak perduli)
juga, tandanya iman belum ada, tandanya tidak ada kepatuhan dan
ketaatan. Dan itu diujikan kepada kita lima kali sehari semalam. Kadang-kadang
sedang kita asyik mengobrol, kadangkadang sedang asyik berapat;
bagaimanakah rasanya pada waktu itu: kalau tidak ada getarnya ke dalam
hati, tandanya seluruh yang kita mintakan kepada Tuhan telah percuma
belaka. Petunjuk yang kita harapkan tidaklah akan masuk ke dalam hati
kita. Sebab :
"Iman ialah kata dan perbuatan, lantaran itu dia bisa bertambah dan bisa kurang. "
Dan
sembahyang itu bukan semata dikerjakan. Di dalam alQur'an atau di
dalam hadits tidak pernah tersebut suruhan mengerjakan sembahyang,
melainkan mendirikan sembahyang.Tandanya sembahyang
itu wajib dikerjakan dengan kesadaran, bukan sebagai mesin yang
bergerak saja. Dan yang menarik hati lagi, ialah 27 kali lipat pahala
sembahyang berjama'ah daripada sembahyang sendiri. sehingga orang yang
berumah dekat masjid atau Ianggar, sernbahyangnya di masjid lebih
diutamakan daripada sembahyangnya menyendiri di rumah.
Malahan ada hadits yang mengatakan bahwa jiran masjid hendaklah
sembahyang di masjid. Nantipun akan berjumpa kita dengan ayat 38 dan
Surat as Syura (Surat 53), bahwa mukmin sejati itu ialah yang segera
mengabulkan panggilan Tuhan, lalu bersembahyang dan segala urusan
mereka, mereka musyawarahkan di antara mereka. Tandanya sembahyang
itupun hendaklah menimbulkan masyarakat yang baik dan musyawarah yang
baik pula .
Keterangan tentang sembahyang akan
berkali-kali berjumpa dalam al-Qur°an kelak. Dan setelah mereka
buktikan iman dengan sembahyang, merekapun mendermakan rezeki yang
diberikan Allah kepada mereka.
Itulah tingkat ketiga atau syarat
ketiga dari pengakuan iman. Ditingkat pertama percaya kepada yang
ghaib dan kepercayaan kepada yang ghaib dibuktikan dengan sembahyang,
sebab hatinya dihadapkannya kepada Allah yang diimaninya. Maka dengan
kesukaan memberi, berderma, bersedekah, membantu dan menolong, imannya
telah dibuktikannya pula kepada masyarakat. Orang mukmin tidak
mungkin hidup nafsi-nafsi dalam dunia. Orang mukmin tidak mungkin
menjadi budak dari benda, sehingga dia lebih mencintai benda pemberian
Allah itu daripada sesamanya rnanusia. Orang yang mukmin apabila dia
ada kemampuan, karena imannya sangatlah dia percaya bahwa dia hanya
saluran saja dari Tuhan untuk membantu hamba Allah yang lemah. (4)
Dan orang-orang yang percaya kepada apa yang diturunkan kepada
engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau, dan kepada akhirat mereka
yakin.
وَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
"Dan Orang-orang yang percaya kepada apa yang diturunkan kepada engkau. " (Pangkal ayat 4).
Niscaya
baru sempurna iman itu kalau percaya kepada apa yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad s. a.w sebagai iman dan ikutan. Percaya kepada
Allah dengan sendirinya pastilah menimbulkan percaya kepada
peraturan-peraturan yang diturunkan kepada Utusan Allah, lantaran itu
percaya kepada Muhammad s.a.w itu sendiri, percaya kepada wahyn dan
percaya kepada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunahnya, baik
kata-katanya, atau perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang
tidak dicelanya. Dengan demikianlah baru iman yang telah tumbuh tadi
terpimpin dengan baik.
وَ مَا أُنْزِلَ مِن قَبْلِكَ
" Dan apa yang diturunkan sebelum engkau . "
Yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad s. a.w tidak berbeda
pandangan kita kepada Nuh atau Ibrahim, Musa atau Isa dan Nabi-nabi yang
lain. Semua adalah Nabi kita!. Lantaran itu pula tidak berbeda
pandangan orang mukmin itu terhadap sesama manusia. Bahkan adalah
manusia itu umat yang satu.
Dengan demikian, kalau iman kita kepada Allah telah tumbuh, tidaklah
mungkin seorang mukmin itu hanya mementingkan golongan, lalu memandang
rendah golongan yang lain. Mereka mencari titik-titik pertemuan
dengan orang yang berbeda agama, dalam satu kepercayaan kepada Allah
Yang Tunggal tidak terbilang.
Dan tidaklah
mungkin mereka mengaku beriman kepada Allah, tetapi peraturan hidup
tidak mereka ambil dari apa yang diturunkan Allah. Bahkan kitab-kitab
suci yang manapun yang mereka baca, entah Taurat maupun Injil, atau
Upanishab dan Reg Veda, mukmin yang sejati akan bertemu di dalamnya mana
yang mereka punya, sebab kebenaran hanyalah satu. Dan demikian
memancarlah Nur atau cahaya daripada iman mereka itu, dan mencahayai
kepada yang lain. Sebab pegangan mereka adalah pegangan yang pokok.
Dan sebagai kunci ayat, Tuhan bersabda :
وَ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ
Dan kepada akhirat mereka yakin " (ujung ayat 4 ) Inilah
kunci penyempurna iman. Yaitu keyakinan bahwa hidup tidaklah selesai
hingga hari ini, melainkan masih ada sambungannya. Sebab itu maka hidup
seorang mukmin terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemuraman; terus
optimis, tidak ada pesimis. Seorang mukmin yakin Ada Hari Esok!
Kepercayaan akan Hari Akhirat mengandung :1.
Apa yang kita kerjakan di dunia irii adalah dengan tanggungjawab yang
penuh. Bukan tanggungjawab kepada manusia, tetapi kepada Tuhan yang
selalu melihat kita, walaupun sedang kita berada sendirian. Semuanya
akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Tanggungjawab bukan
jawab yang tanggung.
2.. Kepercayaan kepada akhirat
meyakinkan kita bahwa apa-apapun peraturan atau susunan yang berlaku
dalam alam dunia ini tidaklah akan kekal; semuanya bergantian,
semuanya berputar, dan yang kekal hanyalah peraturan kekal dari Allah,
sampai dunia itu sendiri hancur binasa.
3. Setelah
hancur alam yang ini; `I'uhan akan menciptakan alam yang lain,
langimya lain, buminya lain, dan manusia dipanggil buat hidup kembali di
dalam alazn yang baru dicipta itu dan akan ditentukan tempatnya
sesudah penyaringan dan perhitungan amal. didunia.
4.
Surga untuk yang lebih beraa amal baiknya. Neraka untuk yang lebih
berat amal jahatnya. Dan semuanya dilakukan dengan adil.
5.
Kepercayaan akan Hari Akhirat memberikan satu pandangan khas tentang
menilai bahagia atau celaka manusia. Bukan orang yang hidup mewah dengan
harta benda, yang gagah berani dan tercapai apa yang dia inginkan,
bukan itu ukuran orang yang jaya. Dan bukan pula karena seorang hidup
susah, rumah gubuk dan menderita yang menjadi ukuran untuk menyatakan
bahwa seorang celaka. Tetapi kejayaan yang hakiki adalah pada nilai
iman dan takwa disisi Allah, dihari kiamat. Yang semulia-mulia kamu
disisi Allah ialah yang setakwa-takwa kamu kepada Allah. Sebab itu
tersimpullah semua kepada ayat yang berikutnya :
(5) Mereka itulah yang berada atas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan.
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Mereka itulah yang herada alas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yarsg beroleh kejayaan. " (ayat 5)
Berjalan menempuh hidup, di atas jalan Shirothol Mustaqim, dibimbing
selalu oleh Tuhan, karena dia sendiri memohonkanNya pula, bertemu
taufik dengan hidayat, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah, maka
beroleh kejayaan yang sejati, menempuh suatu jalan yang selalu terang
benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati sendiri; pelita iman
yang tidak pernah padam.
Sebagai telah kita sebutkan di atas tadi, dari ayat 1 sampai ayat 5,
adalah memperlakukan permohonan kita di dalam al-Fatihah, memohon
diberi petunjuk jalan yang lurus. Asal ini dipegang , petunjuk jalan
yang lurus pasti tercapai.
Arsip Blog
-
▼
2011
(60)
-
▼
September
(42)
- Rabu, Juni 09, 2010 Al-Quran Diturunkan deng...
- Jika Suami Tidak Memberi Nafkah<!--more--> S...
- HUKUM BERKENAAN ORANG YANG TIDAK SOLAT ...
- بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ...
- TAFSIR AL-AZHAR SUROTUL FATIHAH ...
- TAFSIR AL-AZHAR SUROTUL FATIHAH ...
- TAFSIR AL-AZHAR SUROTUL FATIHAH ...
- TAFSIR AL-AZHAR ...
- TAFSIR AL-AZHAR - SUROTUL FATIHAH ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 163 - 16...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 159 - 162 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 153 - 157 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 153 - 157 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 148 - 152 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 144 - 147 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 142 - 143 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 130 - 134 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 124 - 129 ...
- Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 119 - 123 ...
- Tafsir Al-Azhar Surat Al-Baqoroh ayat...
- Tafsir Al-Azhar Surat Al-Baqoroh ayat...
- ...
- Tafsir Al-Azhar Surat Al-Baqoroh ayat...
- (92) Dan s...
- Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 87 - 91...
- Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 84 - 86 ...
- TAFSIR AYAT 80 - 83 (80) ...
- ...
- TAFSIR AYAT 67 - 74 (...
- TAFSIR AYAT 62 - 66 (62) S...
- TAFSIR AYAT 57 - 61 (57) ...
- TAFSIR AYAT 51 - 56 (51) ...
- ...
- TAFSIR AYAT 40 - 46 ...
- ...
- ...
- ...
- Tafsir Suroh Al-Baqoroh Ay...
- Tafsir Suroh Al-Baqoroh Ayat ...
- Tafsir Suroh Al-Baqoroh Ayat 8...
- Tafsir Suroh Al-Baqoro...
- (1) Alif Laam Miim ...
-
▼
September
(42)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar